Diamkan saja, biarkan mengendap.

Jika kalian suka ngeteh atau ngopi, mungkin kalian akan menangkap judul tulisan ini. Karena kalimat itu sering dilakukan dalam ritual setiap harinya, entah di lagi hari, sore hari atau malam hari. Terlebih ritual wedangan itu masih dengan proses menyeduh manual. 

Pada umumnya minuman itu akan kita nikmati ketika sebagian banyak bubuk teh atau kopi yang kita tuangkan sudah mengendap di dasar gelas kita. Artinya proses penyeduhan sudah selesai, dan akan sedikit ampas yang akan ikut kita minum dengan lebih nikmat. 

Judul kalimat diatas sedang sering saya tanamkan pada diri saya. Apakah "diamkan" berarti sama dengan tidak bergerak ?. Sama halnya dengan sebuah seni untuk bersikap bodo amat, bodo amat bukan berarti cuek acuh tak acuh melainkan sebagai pendirian sikap atas apa yang terjadi dengan tetap aware dengan apa yang sedang terjadi. Begitupun juga kalimat pada judul diatas. 

Kadang kita melihat apa yang sedang terjadi pada diri kita atau disekitar kita dengan gegabah dan terburu-buru. Niatnya ingin menyelesaikan masalah yang sedang terjadi, namun malah menambah masalah itu. Ada pilihan untuk mendiamkan masalah itu dahulu, agar terlihat lebih jelas, agar bisa kita urai dengan baik. Jika ampas seduhan itu masih berkubang di permukaan lantas apakah kalian akan meminumnya?. Dua kemungkinan, ampas itu membuatmu tersedak karena berhenti di tenggorokan atau memang dirimu ingin menikmati minuman itu sembari memakan ampasnya. 

Maka diamkan bukan berarti mendiamkan. Tapi sebuah langkah untuk menenangkan diri dan mengenali suasana terlebih dahulu. Sembari menunggu ampas itu mengendap, ketika sudah cukup "jernih" bisa kita meminumnya dengan baik. Kadangkala memang kita tidak perlu bertindak, cukup diamkan, biarkan mengendap terlebih dahulu. Butuh waktu untuk itu, ada waktunya ketika sudah tenang, kita bisa meminum dengan baik dan benar secara bersama-sama. 



Comments

Popular Posts