Ikhlas berkeluarga
" ikhlas berkeluarga ", adalah potongan kalimat yang diucapkan Mbah Nun pada Sinau bareng Mocopat Syafaat pada tahun 2022 lalu. Sebenarnya saat itu Mbah Nun sedang berbicara seperti biasanya saat Sinau bareng, memberikan insight baru atau sekedar menghibur anak-anak dan cucunya ini. Cuma kalimat "ikhlas berkeluarga" di highlight oleh bang Ali saat itu juga. Entah apa yang dipikirkannya saat itu ketika mendengar kalimat tersebut diucapkan Simbah. Tentunya tidak jauh-jauh dari wadah yang kami ikuti bersama dan mempertemukan kami.
Kemudian waktu berjalan dan kalimat itu keluar kembali. Disaat kami sedang membahas wadah KMI ITY (wadah yang saya maksud). Sepertinya begitu melekat kalimat itu padanya. Dan jujur saja saya belum sepenuhnya "sadar" atas kalimat yang coba ia beberapakali highlight tersebut. Karena kalau kalian tahu, saya ini sudah bosan dengan kalimat "keluarga, kekeluargaan" alah tai kucing, haha. Mungkin karena itu saya agak delay menangkap maksud dari "ikhlas berkeluarga".
Barulah ketika bang Ali mengeluarkan kalimat pamungkas itu lagi via chat ketika adiknya ini sedang mengalami "ya namanya hidup". Dia membalas dengan kalimat tersebut "ikhlas berkeluarga". Saat itu suasananya mungkin mendukung untuk saya menghayati kalimat tersebut dan memaknainya. Ya kalimat yang related dengan situasi saya saat itu. Baru tersadar saya, bahwa kalimat itu begitu dalam maknanya.
Namanya hidup, dalam setiap hubungan apalagi hubungan dekat entah itu keluarga atau yang sudah kita anggap keluarga sendiri, suka duka, pahit manis, dan dinamikanya pasti akan selalu menghiasi hubungan tersebut. "Ikhlas berkeluarga" yang beberapa kali di highlight oleh bang Ali ini akhirnya saya sadari.
Tentu kita semua memiliki keluarga. Mereka disebut keluarga karena faktor ikatan darah atau nasab. Ikatan keluarga ini hadir bukan kehendak dari kita tapi karena memang begitulah adanya. Seperti analogi ini bahwa kita tak bisa memilih siapa orang tua kita maka kita juga tidak bisa memilih siapa keluarga kita, dan mereka adalah keluargamu. Semakin dekat garis nasabnya seharusnya memang semakin dekat ikatan kekeluargaannya. Namun karena ikatan keluarga ini hadir bukan sepenuhnya kehendak kita maka dinamikanya memang kadang tidak berjalan baik. Ada saja kita temui anggota keluarga yang kadang bahkan seringkali membuat kita geleng-geleng kepala. Atau drama keluarga yang membuat hubungan diantara keluarga tersebut menjadi renggang. Sejak ada kalimat ini, dan sejak saya sadar akan kalimat tersebut, maka semua terasa lebih mudah. Apapun itu, bagaimanapun mereka, mereka adalah keluarga.
Ada juga ikatan keluarga yang secara sadar atau tidak, kita memiliki peran untuk menciptakannya. Entah karena berada didalam fase kehidupan yang sama, seperti dalam dunia kerja, dunia organisasi, dunia jenjang pendidikan, komunitas yang sama dan lain sebagainya yang pada intinya membuat kita mempunyai hubungan yang intens entah dari segi pertemuan atau komunikasi. Lebih ke komunikasi pastinya. Ikatan ini berbeda dari ikatan keluarga yang didasari oleh hubungan nasab. Karena ikatan keluarga ini hadir atas kehendak kita dan adanya kesesuaian suatu hal yang membuat kita sadar atau tidak menjadi selayaknya keluarga, dekat, sering berkomunikasi. Uniknya lagi terkadang malah kita lebih merasa dekat dan nyaman dengan keluarga ini daripada keluarga yang didasari oleh nasab. Haha.
Keluarga adalah hubungan dimana ada rasa saling memiliki dan rasa peduli antara satu sama lainnya. Semua akan berjalan baik ketika komunikasi diantaranya juga berjalan dengan baik. Entah keluarga atas dasar nasab atau tidak, pada akhirnya mereka tetaplah keluarga. Apapun dinamika kehidupan (yo yang ngga keterlaluan juga ya, kalau berlebihan emang di cut saja) mereka tetaplah bagian keluarga yang seyogyanya mempunyai tempat didalam hidup kita.
Dari Mbah Nun, dan beberapa kali diulang oleh bang Ali, mereka mengatakan "ikhlas berkeluarga".
Jogja, 14 Juli 2024
Comments
Post a Comment