21

Pagi ini hawa dingin terasa menusuk. Langit cerah dihiasi motif awan nan indah dipandang mata. Matahari masih malu menampakan dirinya, lekaslah naik, aku butuh kehangatan. Sembari menunggu teh yang masih diseduh didapur, diriku menyendiri di teras rumah. Dengan satu buku yang belum habis aku baca dan hp yang aku genggam saat ini. Jari-jariku mencoba menari-nari mengikuti arahan otaku ini. Mencoba mengenang salah satu moment berharga didalam hidupku. Hari ini...


Dua puluh satu tahun yang lalu, seorang ibu mempertaruhkan nyawanya untuk melahirkan anaknya. Anak laki-laki, anak pertamanya. Dalam doa, semoga anak ini akan menjadi permata dalam keluarga, menjadi harapan, bermanfaat bagi masyarakat, meneruskan segala impian cita-citanya, dan membahagiakan dirinya di dunia dan akhirat kelak. Doa itu akan terus dipanjatkan dan diaminkan hingga nanti. 

Pagi hari itu, dipusat kota Yogyakarta, seratus meter barat 0 km. Dirumah sakit PKU Muhammadiyah, anak laki-lakinya lahir dengan sesar. Ibunya memiliki tansi yang tinggi, membuat persiapan kelahiran putra pertamanya ini penuh dengan drama perjuangan agar tansi ibu normal dan bisa melahirkan dengan sebaik-baiknya. Setiap malam kesakitan menerima suntikan untuk menurunkan tansi itu. Minimal empat kali dalam semalam. Semalam empat kali menahan rasa sakit!. Namun hingga Ahad pagi, bayi laki-lakinya sudah ingin keluar. Jadi lahirlah anak itu dengan sesar. Alhamdulillah. 

Perjuangan seorang ibu dalam menghadapi pertarungan dahsyat mempertaruhkan nyawa pun sudah dipersiapkan sejak sembilan bulan sebelumnya. Menjaga, merawat, memperbaiki gizi makan, menyehatkan tubuhnya semata-mata untuk kebaikan si jabang bayi. Waktu yang tak sedikit, menahan beratnya perut yang semakin membesar, tersiksa namun semua dijalankan dengan penuh kesabaran dan kasih sayang untuk buah hatinya. 

Kasih sayang yang ditunjukkannya saat berjuang melahirkan itu masih terasa hingga dua puluh satu tahun kemudian. Selama itu pula kesabaran, kesedihan, kesenangan, kebahagiaan terasa atas anaknya yang telah tumbuh itu. Cinta sejati, dari seorang ibu. Hanya memberi tak harap kembali. Tenaganya, peluh keringat yang dikeluarkannya, dan rasa lelah yang dibunuhnya tak akan bisa dibalas, tak akan bisa. 

Pun juga jangan melupakan sang bapak sebagai tulang punggung keluarga. Dimana ia turut berjuang dan bertanggung jawab atas persiapan kelahiran anak pertamanya dan juga ikut merawat menumbuhkan anak laki-lakinya. Seorang bapak yang telah berganti-ganti pekerjaan demi menghidupkan dapur rumahnya. Walaupun bapak tidak turut serta didalam ruangan saat pagi itu, karena istrinya tidak tega suaminya melihat keadaannya saat itu. Tentu masih ada doa yang kuat dipanjatkan dari luar ruangan saat itu. Yah, putera pertamanya memang menyusahkan sejak dilahirkan. Karena keadaanya tidak baik, ibu anak laki-laki itu dilarikan ke ruang ICU setelah proses melahirkan. 

Doa yang terucap diatas nampaknya memang belum dikabulkan atau anaknya memang masih belum tahu diri, belum berusaha mewujudkan doa-doa tersebut. Bagaimanapun juga, dua puluh satu tahun, waktu yang tidak sedikit. Bayi itu sudah tumbuh besar sekarang. Apakah bayi itu sekarang masih suka membuat tansi ibunya naik?, entahlah. Sepertinya bukan anak laki-lakinya yang sekarang membuat ibunya darah tinggi. Lupakan. 

" Semoga yang terbaik untukmu, berjuanglah demi cita-cinta mu ", sahut ibu datang menemaniku membawa segelas teh hangat diteras rumah pagi ini. Dua puluh satu tahun lalu ia terlahir darinya di RS PKU Muhammadiyah. Hari Ahad, pukul 06.00 pagi. Anak laki-laki itu diberi nama Muhammad Nur Ikhsan. Nama yang sangat berat, berat sekali doa yang terkandung didalamnya. Doakan semoga diriku ini bisa mewujudkan semua yang dicita-cintakan. Aamiin.


Teras rumah
13.06.2020


Comments

  1. Selamat Tambah umur mas Ikhasan, Semoga ibu dan dirimu Senantiasa ditambah Nikmat Sama Allah. Berjuang terus Sama Cita Citamu Cimingiiiit !!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih kakak nan jauh disana, aamiin. Doa yang sama untuk kakak. Hehe.

      Delete

Post a Comment

Popular Posts