Validasi kemalasan skripsi belum selesai hingga akan di DO
Sepulang dari mendengarkan pak Faiz bercerita rutinan tiap hari Rabu di Kolombo tentunya pikiran menjadi penuh, syukurlah bukan penuh yang berisik atau bising namun lebih ke pikiran yang berat dan rasanya tenang. Mungkin karena diajarkan runut dan merapikan satu persatu apa yang ada di kepala sehingga lebih nyaman. Apasih itulah maksud saya. Pahamilah sendiri ya. Haha.
Kemudian membuka Twitter, ada satu tweet yang berisi bahwa menunda-nunda ternyata bukan hanya karena rasa malas saja https://l1nq.com/A2seU . Entah ini validasi atas rasa malas yang hadir atau bukan, tapi akun tersebut menyebutkan tiga poin yang menjadi sebab kemungkinan kita menunda-nunda. Katanya semua itu terkait juga dengan kondisi emosional kita.
1. Cemas hasil pekerjaan tidak sempurna
2. Tidak suka dgn pekerjaannya
3. Ada emosi yg memblokade diri hingga sulit u/mengerjakan pekerjaannya
Apakah tiga poin diatas adalah hal yang baru buat saya ?. Dan ternyata tidak. Tiga poin tersebut sudah beberapa kali saya asumsikan dengan diri saya sendiri ketika sedang self talk tentang mengapa skripsi ini tidak segera saya selesaikan. Bukan mencari pembenaran tapi poin nol tetap saja rasa "malas" itu ada. Saya akui.
Poin satu, realistis aja. Poin dua, ini kurang valid. Karena jujur saya menyukai jurusan saya ini dan tertarik sekali dengan bahasan penelitian saya walaupun kemudian kalian ragu karena tidak ada buktinya haha. Poin tiga ?, ini adalah alasan yang paling inti yang saya sadari kehadirannya. Atau ada istilah lain, mental blok. Kamu mungkin pernah membaca tulisan saya ini https://sandyakalarenjana , atau ini https://sandyakalarenjana , atau yang lainnya entah dari tulisan tweet, story' sosmed, atau apapun yang pada intinya mengisyaratkan bahwa aku lho keno gangguan mental ketok e, tulungono.
Secara sadar saya akan mencoba menjelaskan apa yang saya rasakan itu, tepatnya beberapa tahun kebelakang.
Saya merasa gagal. Ada hal yang membuat saya merasa gagal menjadi seorang anak, menjadi anak laki-laki, menjadi anak laki-laki pertama. Dan ternyata (mungkin ini alibi atau sebuah pembenaran lagi-lagi) mengakibatkan pesimistis, atine cilik, ya merasa gagal walaupun mungkin belum terjun kemedan perang, atau belum habis habisan berjuang. Lemah.
Sayangnya yang dikorbankan adalah skripsi, atau mungkin ada hal lain namun tak terlihat atau belum sadar. Mungkin, ketakutan untuk menjalin hubungan dengan wanita, takut menyakiti, takut tidak bisa membuat bahagia. Atau merasa bersalah dengan hubungan pertemanan. Intinya merasa gagal menjadi seorang laki-laki. Untungnya belum merasa gagal menjadi manusia, Alhamdulillah masih bisa bermanfaat haha walaupun sepele.
Red flag sekali laki-laki ini. Bener yang dikatakan seorang perempuan kepada saya, kalau saya ini red flag. Walaupun lebih karena saya lahir dibulan Juni karena Gemini. Haha, btw semoga kamu sehat dan bahagia ya. Sesekali menyisipkan romantisme dalam hidup agar tidak kaku.
Kembali lagi, poin tiga diatas, eh plus poin nol "malas" itu saya amini. Dan makasih saya menjadi tervalidasi. Dari sekian asumsi-asumsi tersebut saya menyimpulkan bahwa saya adalah laki-laki yang penakut.
Takut untuk melangkah, takut untuk mengambil keputusan, takut untuk menghadapi. Butuh keberanian, lebih keberanian. Kata bang Pandji, sakit fisik bisa diobati dengan pergi ke dokter, sakit mental bisa diobati dengan waktu. Ga, itu saya. Yang bener kalau sakit mental ya pergi ke dokter juga, puskesmas ada psikiater.
Makasih juga untuk vloger bule yang bilang "tetaplah hidup untuk makan". Dan kalian yang sering saya ganggu untuk tempat cerita atau pelarian berkedok friendly. Tidak ada rokok tidak ada alkohol dalam pelarian diri saya.
Lagi, ini adalah tulisan mencari validasi karena skripsi saya yang tertunda hingga diancam do. Tetap laki-laki yang red flag, karena ini menurut dia. Dan saya setuju itu, karena dia yang bilang.
Jogja, 12 Juni 2024. Ocehan sebelum terlahir, btw pak Sapardi. Jogja hari ini hujan dibulan Juni.
Comments
Post a Comment