Obrolan angkringan yang serius
Sore ini ada waktu untuk keluar rumah, namun tiba-tiba notif wa masuk. Dilihat namanya membuat perasaan agak kacau, walau belum membaca isi chatnya namun dipikirin sudah menyiapkan dua skenario apa yang terjadi jika membaca chatnya. Pertama balik ke kamar, dan duduk didepan laptop. Kedua, mari keluar ke angkringan sambil bercerita ngalor ngidul.
Syukurlah takdir menuntun saya duduk di angkringan kemudian pesan apa hayoo coba tebak ?. Yak betul, teh anget. Minuman yang teman-teman saya mungkin sudah hafal ya, "ko wong tuo". Suasana malam ini angin agak kencang, dan suhu dingin lumayan dan bertanya apakah akan hujan?. Sampai tulisan ini di ketik, hujan tak kunjung datang. Alhamdulillah ala kulli hal.
"Angin e banter, dingin ya" ucap kang Yuli owner angkringan.
" Mau hujan ketok e, tapi ya janganlah", saya menimpali.
Tiba - tiba, pelanggan berkacamata datang. Bukan, pelanggan yang lain, bukan saya.
"Yuli, masmu dimana?!". Dengan nada pimpinan pleton. Mode siap grak.
"Ohiyo, wes tok kandani durung". Jawab kang Yuli.
"Ya makanya ini mau ketemu". Mari kita beri nama ini pak Joko berkacamata.
OBROLAN ANGKRINGAN TAPI SERIUS
Yang ditunggu, mas e owner angkringan tiba. Tanpa aba-aba pak Joko kacamata bertitah.
"Tak kasih tau! Kamu itu jangan ngeyel lagi!"
Kangmas owner kita kasih nama Jimin saja.
Jimin terkaget karena baru saja bokongnya mencium kursi angkringan sepersekian detik, tiba-tiba ada suara pak Joko tersebut.
"Loh, ada apa toh pak?".
"Dua Minggu lebih kamu opname, saya ngga tahu tapi kelihatan tangan sama kakimu itu mengecil, kamu kena diabetes kan!" Pak Joko dengan suara lantangnya membuat suasana angkringan seperti bermenu MBG dengan pengawas mas mas sing kebagian bedhil.
"Saya sudah 7 tahun ada riwayat gula, tapi terkontrol. Lha kamu itu sudah parah menyepelekan", belum Jimin berbicara, pak Joko sudah sangat nafsuan untuk menceramahinya.
"Kamu harus tau, kalau diri sendiri tidak bisa membuatmu berubah maka pikiran keluargamu yang harus kamu nafkahi". Pak Joko is right gaes. Saya pun menyimak, eh semua yang ada di angkringan ini.
"Iya pak" Jimin tidak menyia-nyiakan sepersekian detik jeda ceramah untuk sekedar basa-basi menjawab.
"Orang itu kalau benar-benar cinta tidak harus berkoar-koar untuk mengorbankan nyawanya, atau berani mati"
"NKRI harga mati?!" Entah kerasukan apa mulut saya berani menyelinap. Benar saja Punch Line diwaktu yang salah membuat seisi angkringan terdiam dengan tatapan tajam setajam, wes ah template. Lanjut,
"Seharusnya jika memang peduli dan sayang, kamu itu harus berani untuk tetap hidup. Membersamai mereka yang kamu sayangi dengan menjaga kesehatanmu".
Tiba-tiba saya mengingat seorang bernama Jo yang ngeyel dikandani Sore. Apakah bapak Joko kacamata barusan pulang dari bioskop lalu ditengah jalan dia terfikir bahwa si Jo ini dengan si Jimin sama-sama berawalan J. Maksudnya ngeyelan. Kemudian pak Joko mimisan (guyon gaes)
"Kamu juga punya anak perempuan, emang ngga mau mengijabkan anakmu nanti ketika nikah?!, makannya jaga kesehatan dan tetap hidup" Pak Joko kacamata semakin tegas.
"Mangsamu kalau anak cowok terus sakit mati nggapapa poya",begitu ucapan saya yang beruntung hanya saya batin. Aman gaes.
Jimin kemudian bersuara karena Pak Joko kacamata agaknya sedang capek setelah menggebu-gebu.
"Nggeh pak Joko, saya menyesal. Mulai keluar opname saya juga sudah berusaha untuk merubah pola hidup saya"
"Sing tenan?!" Pak Joko yang tidak yakin kemudian mimisan. Ga guyon.
"Insyaallah pak, saya sudah janji".
Waktu marah. Pak Joko Mimisan lagi. Ada cahaya merah muncul di seberang angkringan. Lampu kepunyaan tukang parkir itu mengayun kesana kemari disertai suara sempritan. Prittt!!!
PAK JOKO KACAMATA ITU DOSEN
Usut punya usut, ternyata bapak disamping saya adalah dosen. Ditambah bapaknya adalah tentara. Wajarlah gaya bicaranya seperti halilintar yang dar der dor. Cukup untuk membuat orang ngeyelan seperti Jo atau Jimin kicep dibuatnya. Bayangkan kalau pak Joko ini Sore. Tiba-tiba duduk di angkringan, disamping Jimin dan menatap wajah Jimin dengan senyuman...tambah diabetes
"Saya itu sudah lama kenal mereka mas"
Jujur saja saya tertarik dengan obrolan kesehatan ini. Terlebih pak Joko kacamata juga mempunyai riwayat gula dan katanya penyakit ini kita harus berteman dengannya; berdampingan dan hidup dengan kontrol agar gula tidak naik. Karena saya membocorkan bahwa bude saya pernah punya gula basah, alhasil suara lantangnya berpindah kepada saya.
"Walaupun masnya masih muda, menjaga tubuh dari sekarang itu sebuah keharusan".
Respon nggeh pak, iya pak, baik pak saja yang muncul dari mulut saya. Persis depan saya dosen soalnya.
"Jangan egois mas, kayak orang rokok itu egois"
"Lha bapak dari tadi balbul itu dikira lolipop po ya" batin saya yang kemudian divalidasi sendiri olehnya.
"Iya ini saya rokokan, makannya saya bisa bilang kalau orang rokok itu orang paling egois". Alhamdulillah sadar diri.
Sebenarnya obrolan malam ini lumayan panjang, tapi karena saya tiba-tiba males lanjut ngetik takut berblibet saya sudahi saja ya. Walaupun tetap, setiap tulisan akan menemukan pembacanya. Ambil hikmahnya ya teman-teman. Mari jaga kesehatan demi masa tua tetap PUNK!
Comments
Post a Comment